Oleh: Nadia Firza Salsabilla / 8A
Tua tidak berarti tercampak.
Tua justru semakin berharga.
Begitu pesan yang hadir ketika kita menapakkan kaki di kota kecil Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Betapa berharganya ada banyak peninggalan sejarah. Tak hanya fisik, seperti bangunan ataupun benda-benda bersejarah, tapi juga non-fisik seperti kehidupan toleransi beragama dan antar etnis disana.
Seperti budaya Tionghoa, Jawa, dan Islam. Dahulu Lasem dikenal sebagai “Tiongkok Kecil” atau “Little Chinatown” karena merupakan tempat awal pendaratan orang Tiongkok di tanah Jawa. Di Lasem juga dapat kita temui patung Buddha berbaring yang berlapis emas.
Kecamatan Lasem mempunyai luas wilayah mulai dari pesisir laut Jawa hingga ke selatan. Wilayahnya seluas 4054 ha, 505 ha diperuntukkan sebagai permukiman, 281 ha sebagai lahan tambak, dan 624 ha sebagai hutan milik Negara. Letaknya yang dilalui oleh jalur Pantura, menjadikan kota ini sebagai tempat yang strategis dalam bidang perdagangan dan jasa.
Lasem Kota Santri
Hal tersebut dibuktikan dari peninggalan pesantren-pesantren tua dan banyaknya ulama kharismatik yang wafat di kota ini. Maka tidak berlebihan jika Lasem berjuluk sebgai kota santri, mengingat banyaknya ulama, Pondok pesantren dan jumlah santri yang belajar agama Islam di kota ini.
Lasem Kota Batik
Batik Lasem merupakan budaya yang sangat menarik untuk kita bahas. Pada masa kerajaan Hindu Budha abad 13-14 M, batik digunakan sebagai benda magis untuk sarana mistik. Pola hias batik banyak digunakan untuk kepentingan keagamaan yang bersifat simbolis dan bermakna sakral. Batik Lasem merupakan salah satu batik pesisir yang memiliki khas tersendiri.
Kekhasan tersebut merupakan hasil dari akultarasi budaya Tiongkok dan Jawa. Tetapi sebelum akulturasi dengan budaya Tiongkok, batik lasem bermula pada masa kepemimpinan Bhere Lasem l (1350-13/5), batik tulis lasem sudah ada sejak zaman Majapahit. Sehingga saat ini para perajin batik masih mengenal slogan Majapahit, yaitu warna dominan bewarna coklat.
Kemudian batik lasem berkembang dengan kedatangan bangsa Tiongkok saat armada besar Dinasti Ming dibawah pimpinan laksamana Cheng Ho, berlabuh didekat lasem pada 1413 M. Tahun 2009 bahwa paduan motif burung hong, liong, bunga seruni, dan mata uang kepeng yang berwarna merah merupakan ciri khas Tiongkok. Dengan ciri khas yang unik tersebut, batik lasem memiliki nilai jual dalam perdagangan dunia dan dikirim keseluruh wilayah nusantara. Selanjutnya dari pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan terciptalah motif krecak atau watu pecah.
Tahukah kalian? Masa keemasan perusahaan batik Lasem yang di bangun oleh orang-orang Tiongkok Lasem dimulai dari tahun 1860-an.
Selain itu, di wilayah Lasem juga memiliki wisata kuliner seperti serabi, soto kemiri, lontong tuyuhan, dumbeg, dan sebgainya. Terdapat banyak potensi wisata yang sering dikunjungi yaitu masjid Jami’, pantai binangun, goa kanjar, curug kalimancur, dan pendakian bukit Lasem.
Sehingga dari sekian banyaknya budaya di daerah Lasem sudah seharusnya destinasi pariwisata dan pekerjanya dapat maju dan berkembang. Yaitu dengan menjadikan pelaku perekonomian kreatif sebagai penggerak. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut menyampaikan nya dalam pembukaan Rembang Fashion Parade. Ia berharap batik Lasem di Rembang kembali bangkit sehingga dapat memicu perekonomian daerah Rembang dan sekitarnya.